Kritik Normatif

Kritik Normatif dibagi menjadi 4 bagian:
1. Kritik Doktrinal (pernyataan yang tak terukur)
2. Kritik Terukur (sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif)
3. Kritik Tipikal (norma yang didasarkan pada model)
4. Kritik Sistematik (normal penyusun elemen-elemen yang saling berkaitan untuk satu tujuan)

Contoh Kritik Normatif:

AKSES PENYANDANG DISABILITAS KE FASILITAS UMUM MASIH BURUK


Pembangunan infrastruktur di DKI Jakarta diharapkan memperhatikan kebutuhan masyarakat penyandang disabilitas agar mereka bisa mengakses fasilitas publik yang disediakan pemerintah. 

Keterbatasan akses ke fasilitas publik, termasuk angkutan umum, salah satunya disebabkan infrastruktur yang tersedia belum ramah terhadap penyandang disabilitas. 

Ketua Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (Gaun) Ariani Soekanwo, Sabtu (28/5/2016), di Jakarta, mengatakan, banyak prasarana di Jakarta tak membantu penyandang disabilitas untuk bisa mengakses fasilitas publik. 

"Ubin pemandu tunanetra, misalnya, banyak yang mengarahkan pengguna ke pohon atau tiang listrik. Ini, kan, enggak benar. Seharusnya infrastruktur ini bisa memandu ke arah yang benar," ucapnya dalam pencanangan Gaun dan peresmian trotoar S di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, tepatnya di samping RS Cipto Mangunkusumo. 

Dia menambahkan, infrastruktur yang tidak berpihak kepada penyandang disabilitas ini membuat mereka yang memiliki kebutuhan khusus akhirnya tidak bisa mandiri saat berada di ruang publik. Sebagian besar dari mereka harus bergantung pada bantuan orang lain. 

Pembangunan trotoar percontohan di Jalan Diponegoro ini, menurut Ariani, membantu penyandang disabilitas agar bisa beraktivitas di ruang publik. Penghalang sepeda motor atau gerobak pedagang naik ke trotoar dibuat seperti bentuk S. Penghalang ini memungkinkan pengguna kursi roda naik ke trotoar sekaligus menghalangi sepeda motor ataupun gerobak naik ke trotoar. Kondisi ini membuat pejalan kaki menjadi aman dan nyaman di trotoar, termasuk penyandang disabilitas. Lampu pelican crossing untuk penyeberang jalan juga mudah diakses. 

"Pembangunan trotoar ini mengikuti saran dari teman-teman disabilitas. Memang belum sempurna, seperti tingkat kemiringan trotoar serta lama waktu menyeberang yang hanya 15 detik. Idealnya waktu menyeberang 22 detik. Masukan kami diterima Pemprov DKI. Ini merupakan langkah baik dan diharapkan bisa diperluas ke wilayah lain," tutur Ariani yang juga tunanetra itu. 

Sriatun, pengguna kursi roda, terpaksa mengandalkan sepeda motor berkereta samping untuk mengakomodasi perjalanannya. 

"Naik motor lebih mudah bagi saya. Sebab, dengan memakai kursi roda, saya sulit mencapai halte transjakarta. Butuh tenaga ekstra dan kondisi prima untuk naik-turun sampai ke halte. Selain itu, kondisi trotoar juga banyak yang enggak ideal," kata Sriatun yang juga atlet tenis lapangan ini. 

Dia mengatakan ingin bisa menggunakan angkutan umum. Karena itu, Sriatun berharap Pemprov DKI bisa menyediakan akses yang nyaman dan aman untuk semua orang. 

"Kalau trotoar dibuat nyaman seperti ini (di Jalan Diponegoro), bukan saja pengguna kursi roda yang bisa mengakses fasilitas publik, melainkan juga ibu hamil, warga lansia, serta orangtua dengan anak kecil yang memakai kereta dorong," katanya. 

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Dewan Transportasi Kota Jakarta David Tjahjana mengatakan, langkah Pemprov DKI Jakarta dan PT Transportasi Jakarta menambah jumlah bus transjakarta dan memperluas cakupan layanan belum cukup. 

"Yang harus diingat, perjalanan seseorang itu dimulai sejak dari rumah menuju halte dan dari halte sampai ke tempat tujuan. Untuk itu, kualitas trotoar, jalur penyeberangan pejalan kaki, serta akses ke halte juga harus diperhatikan agar semua orang bisa menggunakan angkutan umum," katanya. 

Sejauh ini, David menilai, keberadaan trotoar di Jakarta belum ramah bagi banyak kalangan, termasuk penyandang disabilitas. Padahal, trotoar menjadi salah satu kunci penting pengguna bisa mencapai halte dan menggunakan angkutan umum. Perbaikan trotoar mendesak jika pemerintah ingin meningkatkan jumlah pengguna transjakarta.

Permasalahan: Trotoar di Jakarta masih tidak dianggap baik untuk penyandang disabilitas. Hal ini menyebabkan para penyandang disabilitas tidak dapat mandiri saat di ruang publik dan perlu bergantung pada bantuan orang lain. 

Tanggapan Pengkritik: Pengkritik menginginkan pemerintah untuk membangun trotoar yang ideal untuk kemudahan penggunanya, termasuk yang menyandang disabilitas. Hal ini juga dikarenakan agar semua pengguna dapat mengakses fasilitas publik dan merasa nyaman.

Pendapat Penulis: Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan pembangunannya agar fasilitas publik dapat digunakan dan dinikmati oleh semua kalangan tanpa mempersulit suatu golongan. Fasilitas publik merupakan hal yang penting dan salah satu kunci utama pengguna agar bisa mencapai halte dan menggunakan angkutan umum. 

Kritik diatas merupakan Kritik Tipikal, karena kritiknya membandingkan dengan hal sejenis lainnya.

Sumber Artikel: 





Comments

Popular Posts